14 February 2009


KEKOMPAKAN KITA RAPUH
H. SOEDARSONO

a. ”ARDI TIDAR MEDAL DAHANA, SIRNA ILANG TANAH JAWI”
( Gunung Tidar keluar api, hancur tanah Jawa ).
Kata sederhana ini saya tepis sejak dibangku Sekolah dasar / SD ( dulu Sekolah Rakyat / SR ) ; ’ artinya ’ tidak ada yang dapat menentukan secara pasti.
Saat menjadi Taruna AMN ( Akademi Militer Nasional ) tahun 1964 – 1967 tetap terpendam di pemikiran dan sekali-kali mencuat dan ingin tahu arti yang pasti !. Sesekali dapat tindakan naik Tidar dengan memikul lesan, hati selalu berpikir, apa arti kata-kata itu ? Padahal Gunung Tidar tidak punya kawah ? Tahun 1967 saya harus meninggalkan Tidar untuk bertugas di berbagai daerah dan berbagai macam tugas. Ditahun 1988, saya mendapat tugas yang melenceng dari cita-cita yakni menjabat Bupati Kudus sampai tahun 1998.

b. Dipenghujung penugasan 1998 – Mei 1998, munculah gejolak yang menamakan ” Era Reformasi ”. Terhembus suara dan seruan bahwa semua tatanan Orde Baru ( ORBA ) salah, tidak demokratis. Rakyat menuntut perubahan menuju ” Demokrasi yang seluasnya ”.
Hal yang berlaku ; TNI – mengaku bersalah dan minta maaf atas kesalahan masa lalu. Beberapa Jenderal menyebar masuk kedalam berbagai macam Parpol, bahkan ada yang membuat Parpol baru. Sebagai Prajurit saya berpikir : ” Kenapa begitu ? ”.
Amanat Panglima Sudirman yang antara lain sebagai berikut :
” jagalah persatuan didalam tentara, sehingga tentara kita dapat menjadi utuh, satu dan merupakan suatu benteng yang kokoh kuat dalam menghadapi siapapun juga ”. ....... kelengahan menyebabkan kelemahan, kelemahan menyebabkan kekalahan, kekalahan adalah penderitaan !.

c. ” ...... ARDI TIDAR MEDAL DAHANA ” ........ ( Gunung Tidar keluar api .. )
Dalam pemikiran saya adalah sebagai berikut :
Disadari atau tidak, dirasakan atau tidak, diakui atau tidak ; sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, serta merta dengan itu lahirlah TNI. Dengan kelahiran TNI sekaligus mengemban tugas menjaga keutuhan dan kejayaan serta keselamatan NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia ).
Sepanjang sejarah perjalanan NKRI selalu ada penampilan warga TNI, sebagai aparat apapun termasuk aparat pemerintah. Wujudnya antara lain Kepala Desa, camat, Bupati, Gubernur bahkan Presiden. Bumi berputar jaman bertukar. Ditahun 1988 sebagian terbesar pejabat dikalangan TNI adalah Perwira / Perwira Tinggi lulusan AMN, nota bene adalah lulusan Kawah Candradimuka ” Gunung Tidar ”.
Dengan tersebarnya para Pa / Pati di berbagai Parpol / kelompok politik – itulah gambaran membaranya Gunung Tidar, rapuhnya kekompakkan TNI.

d. Bara api disulut terus oleh kelompok lawan TNI. Desakan agar TNI -di reformasi ! Terjadilah hal yang tidak benar, antara laiN:
1) Cabut Dwi Fungsi TNI sudah dipenuhi ! walau ini tetap tidak benar !. TNI – tetap insan Hankam dan insam Sosial !.
2) Bubarkan Koter ( Kodam, Korem, Kodim dan Koramil ), tidak terwujud.
3) Bubarkan Kopasus ( tidak terwujud ).
4) Pisahkan TNI dan Polri, terwujud dengan lancar, karena sebagian berniat pisah.
5) Bisnis TNI – harus diakhiri dan aset diserahkan kepada pemerintah. Ini akan menghancurkan kejuangan TNI, akan digiring jadi tentara ” bayaran ” – dengan tujuan agar TNI lemah !
6) TNI jangan berpolitik ! ini akan mengacaukan semua langkah TNI. Arti sebenarnya ” politik ” adalah mengatur negara. Mereka tidak memahami musuh negara dan sekaligus tidak memahami tentang perang modern ; ( perang ideologi, politik, ekonomi, budaya – perang pisik ).
7) Undang-undang TNI, dibuat ngambang ( UU No. 34 Th. 2004 ) tentang Tentara Nasional Indonesia. Salah satu contoh ; TNI – bertugas membantu Polri atas permintaan ; namun tidak ditentukan kewenangan perbantuannya bagaimana.
8) Masih banyak lagi perlakuan terhadap TNI yang sangat tidak sepantasnya. Dengan arah menghilangkan TNI – sebagai Tentara Pejuang dan Tentara rakyat , TNI akan dijadikan “ ayam aduan “ yang tidak kenal arti kehidupan.
e. Dari uraian tersebut diatas tergambar sudah, bahwa baik dari faktor internal maupun dari faktor eksternal kekompakan kita rapuh. Kini permasalahannya adalah, langkah mana yang harus ditempuh TNI agar keutuhan, kekompakan dalam tubuh TNI dapat utuh dan senantiasa utuh sebagaimana diamanatkan oleh Panglima besar Jenderal Sudirman.
Lalu bagaimana tekad yang pernah kita ucapkan antara lain sebagai berikut : Langkahi mayat ABRI / TNI, kalau akan merubah Pancasila dan UUD 1945 ? cukupkah tinggal ucapan ?.

-->
KONDISI TERKINI DI WILAYAH JAWA TENGAH

Untuk menyimpulkan hasil pengelolaan berbagai macam kondisi wilayah maka  hal yang dapat dirasakan secara umum ialah tingkat ketahanan daerah yang merupakan bagian dari Ketahanan Nasional.  Kondisi terkini memberi  pertanda  bahwa adanya ketidak stabilan pada unsur-unsurnya.   Oleh karena itu untuk memastikan  kadar kondisi ketahanan daerah Jawa Tengah, kita coba mengamati kondisi unsur-unsurnya sebagai berikut :
Kondisi Geografi.Dengan terjadinya perubahan iklim yang mengglobal rupanya Jawa Tengah juga dilanda berbagai macam bencana alam, antara lain : hujan yang tidak menentu baik waktu, lokasi maupun kadar kelebatannya.   Yang disambut dengan kondisi muka bumi yang sudah rusak.Maka akibat yang ditimbulkan adalah tanah longsor, banjir bandang, angin ribut ( puting beliung ), rusaknya berbagai prasarana lalu lintas ( jembatan, jalan putus, rumah / gedung sekolah roboh dan lain-lain ).   Semua kejadian tersebut akan berdampak luas kepada bidang-bidang lain.
Kondisi Demografi. 
Sejak kaburnya fungsi-fungsi institusi yang menangani bidang Kesejahteraan Rakyat ( Kesra ) khususnya kesehatan masyarakat dan Keluarga Berencana, maka dampak yang timbul adalah, munculnya gizi buruk, perkembangan penduduk yang tidak terkendali, karena keluarga berencana tidak berfungsi dengan baik.Sebagai akibat banyaknya usaha-usaha  yang bangkrut karena berbagai macam kesulitan, maka pengangguran bertambah, urbanisasi kemiskinan merajalela, bahkan sampai menyeberang ke daerah / negara lain ( Irak, Malaysia dll ).   Didepan mata, GEPENG                     ( gelandangan, pengemis dan orang terlantar )  bertebaran hampir di setiap kota di Jawa Tengah.
Kondisi Sosial.
Ideologi. 
Pancasila sebagai Ideologi negara, jati diri bangsa dan pedoman hidup bangsa hampir lepas dari pribadi  bangsa Indonesia, maka Jawa Tengah juga terkena akibatnya, antara lain : Terjadinya benturan-benturan yang lazim disebut konflilk horizontal / vertikal ( perkelahian antar kelompok penduduk – Solo dll ).
Dilembaga pendidikan tingkat dasar terjadi perebutan pengaruh antara pendidikan Moral Pancasila dan keagamaan khususnya agama Islam.   Timbul semacam perdebatan penting mana          ” Pancasila ” atau ” Agama ”. Dikalangan masyarakat rendahan / pedesaan, hampir tidak mengenali lagi ” Pancasila ”.   Mereka lebih suka berdemo dari pada bermusyawarah dengan kekeluargaan.   Masyarakat yang dulunya suka bergotong royong kini berubah menjadi patembayan individualistik.
Politik. 
Dengan kacaunya perundangan yang mengatur otonomi daerah, berdampak lemahnya pemerintahan di daerah.   Problem yang selalu ada adalah tarik ulur antara unsur eksekutif dan legeslatif.   Dengan demikian maka timbul keterlambatan di berbagai hal yang semestinya memerlukan kecepatan pengambilan keputusan, misalnya penanganan bencana ( banjir, tanah longsor dll ), terpaksa lambat karena prinsip-prinsip anggaran yang  ” tarik ulur ”. 
Dengan merebaknya pembentukan partai politik ditingkat pusat, yang kemudian akan mengembangkan pengaruhnya di daerah, maka masyarakat sampai kepedesaan seolah-olah ada permainan ” judi polik / partai ”.   Masyarakat yang semestinya harus belajar pertanian, maka terpaksa lebih menarik berkumpul ngomong tentang partai A, B, C dll. Adanya Pilkada ( Pilgub, Pilbup ) dengan model pemilihan langsung telah terbukti bahwa membuat rakyat tercabik-cabik keutuhannya.   Dalam waktu  dekat ( 22 Juni 2008 ) di Jawa Tengah akan di selenggarakan Pilgub / Wagub dengan calon 5 ( lima ) pasang, dua diantaranya calon dari TNI.   Sebagai pejuang kita tentunya pantas berpikir lapang dan luas serta mendasar.   Kita akan pilih yang senior ( pangkat maupun kedewasaan / pengalaman ).   Sebab yang senior tentunya memenuhi 3 ( tiga ) kriteria dasar : Karakter yang baik,  tingkat  pengalaman  yang   mumpuni dan ilmu pengetahuan yang memadai pula. 
Ekonomi. 
Sebagai akibat bencana alam ( banjir, tanah longsor, angin     ribut ), maka masyarakat yang sumber penghidupannya sebagai petani sungguh memprihatinkan, sebab berbagai usaha ( padi, polowijo, perikanan, peternakan ) hampir semua puso.  
Yang lebih memperparah lagi ialah rusaknya tempat tinggal dan harta kekayaan yang lain.  Sebagai akibatnya  dapat dipastikan Kemiskinan tambah.Sebagai akibat goncangnya : minyak tanah, minyak goreng, kedelai gas yang tengah dalam konversi – yang diperparah dengan kenaikan harga berbagai bahan pokok, maka masyarakat tampak kehilangan gairah hidup dan berpotensi keputusasaan.Hal khusus : Yang sungguh menyedihkan keadaan seperti ini seolah-olah dipelihara oleh ” oknum ” yang punya kepentingan      ” politik ” ( Pilkades, Pilkada dll ) untuk mempermudah dan mempermurah ” money politik  ” ( politik uang ).
Sosial - Budaya, 
Pendidikan.Mulai dari pendidikan dasar  9 tahun hingga perguruan tinggi memuat masalah yang mendasar, yakni : di perguruan tinggi – tentang biaya SPP, uang kuliah yang tinggi atau mahal dll ; di pendidikan dasar masalah peraturan jabatan Kepala Sekolah Dasar ( SD VI tahun ) hingga kurikulum dan pendidiknya.Contoh : -       Jabatan Kepala SD dibatasi 4 tahun, kalau berhasil dapat   diangkat   4   tahun  lagi,   dan    setelahnya kembali    menjadi    Guru   biasa.     Hal   ini   akan berpengaruh terhadap semangat kerja ( menurun ). -        Kurikulum selalu berubah-ubah, hal ini akan menyulitkan baik bagi Guru maupun murid.2)                 Rakyat miskin makin tambah, pratandanya : -                      Miskin, lapar dan depresi – banyak kasus ibu membunuh anak kandungnya, kemudian berusaha bunuh diri ;             ( beberapa saat yang lalu terjadi di daerah Pekalomngan )3)                 Pemanfaatan para seniman ( al. Dalang, Pelawak, Pemusik ) untuk kampanye ( Pilgub, Pilbub ) dapat berbuntut rusaknya kekompakkan para seniman / budayawan.4)                 Pengaruh ” alam reformasi ” yang mengedepankan keterbukaan, kebebasan, keterus terangan, hilangnya rasa rikuh pekewuh – ternyata membuat menipisnya sikap kesopanan dan menjadi masyarakat yang keras ( berangasan ).Pratandanya antara lain : -                      Masyarakat jadi sukar diatur.-                      Pelanggaran – mulai dari yang kecil sampai yang besar terjadi – dan aparat seolah – olah tiada berdaya.-                      Timbulnya sikap apatis baik aparat keamanan maupun masyarakat yang wujudnya dapat terjadi tindak anarkhis.
-                      Timbulnya  kelompok penekan, misalnya ” FPI – Fron Pembela Islam ” seolah-olah jadi aparat keamanan ” Agamis ” yang boleh berbuat kekerasan terhadap yang dianggap ” melanggar ”. ( terjadi di Solo, Yogyakarta).
Pertahanan – Keamanan.
 1)                 Kekompakkan antar aparat kemanan ( TNI, Polri, Sipil ) cukup baik dan terkoordinir / terkendali.2)                 Tindak kriminalitas ( pencurian, perampokan dll ) menunjukkan eskalasi yang meningkat.   Hal ini sangat terkait dengan  keadaan perekonomian ( penghidupan ) yang semakin terasa menurun ; ( miskin – lapar – depresi ).   Lapangan pekerjaan semakin sulit – kebutuhan pokok untuk hidup semakin mahal.3)                 Dari berbagai macam bencana, kiranya perlu diwaspadai kemungkinan adanya ” sabotase ”.   Misalnya, setiap terjadi bencana kebakaran, jawabannya cukup disebabkan terjadinya ” hubungan pendek  - listrik ”.   Lebih ironis lagi – dibawah banjir – diatas kebakaran.Analisa : -                      Dari pengalaman, untuk listrik 220 VA  apalagi 440 VA bila ada kontak pendek tentu meledak dan kabel akan putus – tidak membara.-                      Ada baiknya terhadap kejadian-kejadian yang aneh perlu dicermati – sebagaimana masa-masa dahulu saat negara RI hampir 100 % aman selama + 30 tahun.
Demikian tinjauan visual yang dapat direkam baik melalui media massa maupun pengamatan langsung, semoga bermanfaat.

REFORMASI, REVISI ATAUKAH MENGKHIANATI
Proses – delapan tahun ( 1990 – 1998 ).

Pada awal tahun 1990 – an Pak Harto menyatakan bahwa ABRI nantinya tidak lagi ing ngarsa sung tuladha ........... ! Dari pernyataan tersebut kemudian berbagai kalangan terus berspekulasi, bahwa Presiden Republik Indonesia ( RI ) yang akan datang pasti dari kalangan Sipil ( non ABRI ). Kemudian dari pada itu, banyak pihak yang ” anggege mangsa ” ( mempercepat proses ), secara diam-diam tapi pasti membangun gerbang-gerbang kekuatan bagi mereka yang merasa dapat terpinggirkan oleh ” ORDE BARU ” ( ORBA ). Juga bangkit berjuang untuk tampil di permukaan dalam kehidupan politik Nasional. Akibatnya suhu politik mulai naik. ABRI – TNI sebagai kekuatan penopang ORBA menjadi sasaran bidik utama. Isyu ” militeristik ” ” otoriter ” pelanggaran ”Hak Azasi Manusia ” (HAM ) mulai didiagnosekan buat ABRI – TNI. Golongan Karya ( Golkar ) seperti kebakaran jenggot ! Tubuh Golkar pelan tapi pasti dan sistematis mulai dibersihkan dari pengaruh ABRI – TNI ; ditandai dengan pengurangan peran purnawirawan di fraksi Karya Pembangunan. Kekacauan saat kampanye menjelang Pemilu 1992 nampaknya digunakan sebagai testing kemampuan aparat keamanan ( Appam ) dalam mengatasi kekacauan. Gambaran ketidak mampuan Appam telah dipastikan ! Testing kekuatan Appam diyakinkan lagi pada saat menjelang Pemilu 1997. Berbagai macam pelanggaran dan kebocoran tidak dapat dicegah oleh Appam. Matang sudah – testing kemampuan Aparat tinggal tanggal saat mainnya. 2. Paska Pemilu 1997 keadaan berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya, keadaan mulai kacau, diawali dengan goncangnya nilai rupiah – semula Rp. 2.500,- / USD, bergerak turun hingga mencapai Rp. 16.000,- / USD. Jelas ekonomi Indonesia kacau. Unjuk rasa mulai timbul diseantero Jakarta. Puncaknya pada tanggal 13-14 Mei 1998 terjadi tragedi, perusakan, pembakaran beberapa super market, mobil bahkan mobil petugas TNI – pun dibakar ; perkosaan dan tindak kekerasan lainnya. Hal yang sangat mengagetkan adalah lakku tuntutan agar dilakukan reformasi dan Presiden RI Suharto harus turun. Entah bagaimana prosesnya kenyataan pada Kamis, 21 Mei 1998 Pak Harto selaku Presiden RI menyatakan berhenti dari jabatan Presiden dan Dr. H. BJ. Habibi dikukuhkan sebagai Presiden RI. II. Perkembangan enam tahun ( 1998 – 2004 ). 1. Pemilihan umum 1999 ( Pemilu 1999 ). a. Hasil dari Pemilu 1999 menunjukkan tidak ada kekuatan dominan di Parlemen. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa stabil dan mantapnya kondisi Negara RI selama + 30 tahun dikarenakan adanya kekuatan dominan di Parlemen ( DPR ) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ). Berarti – gonjang-ganjing perjalanan Republik kita – entah sampai kapan ? Tuhan Yang Maha Tahu. b. Pergantian Presiden RI – empat kali, yakni Dr. H. BJ. Habibi, KH. Abdulrahman Wahid, Megawati dan Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono ( SBY ). 2. Kejadian pentingn dan tergolong luar biasa adalah sebagai berikut. a. Timbulnya Partai Politik ( Parpol ) seperti cendawan dimusim hujan dalam Pemilu terdapat sekitar lima puluh ( 50 ) Partai politik peserta Pemilu. Dalam catatan dan sejarah – ini hal yang mengulang perjalanan RI sejak 1945 s/d 1965 tidak pernah stabil ! Bagaimana 1999 – sekarang ? Stabilkah ? b. Dilepaskannya berbagai macam tahanan politik termasuk tahanan G 30 S / PKI dan kekerasan Timor Timur. c. Diijinkan dan menjadi model ” unjuk rasa ” Akibat dari ini, banyak terjadi benturan dan konflik horisontal. Dengan senjata kebebasan, keterbukaan seolah-olah masyarakat diperbolehkan berbuat, bersikap dan berkata apa saja. Sampai saat ini keadaan belum stabil ! d. Lepasnya bumi Timor Timur dari pangkuan ibu Pertiwi Indonesia yang kemudian disusul lepasnya pulau Sepadan dan Legitan bergabung dengan Malaysia. e. Perpisahan TNI – ( AD, AL, AU ) dengan Kepolisian RI. Menyertai perpisahan ini, TNI terus dipojokkan, antara lain : 1) TNI – harus minta maaf atas kesalahan dimasa lalu ( ORBA ). 2) TNI – harus direformasi – Dwi Fungsi ABRI-TNI harus dicabut. 3) TNI – tidak boleh berpolitik, tidak usah duduk di DPR-DPR. 4) TNI – tidak boleh menjabat jabatan sipil. 5) Koter ( Kodam, Korem, Kodim dan Koramil – Babinsa ) harus dihapus – TNI kembali ke barak. 6) TNI – tidak boleh mempunyai usaha bisnis ( dagang ). 7) Dan masih banyak tuntutan lain yang belum riskan. f. Kejadian yang sangat prinsip dan luar biasa ialah dirubahnya Undang – Undang Dasar ( UUD ) 1945, hampir total.

AKHIRI RUMOR TENTANG KEIKUTSERTAAN TNI POLRI

MENGGUNAKAN HAK PILIH / DIPILIH

DALAM PEMILU !

Oleh : H. Soedarsono

WANTIM DHC. BPK 45 KUDUS


Ditahun ke 63 bangsa Indonesia menikmati kemerdekaannya, kadangkala masih marak pembicaraan pro dan kontra serta berbagai pendapat tentang keikutsertaan TNI-POLRI dalam Pemilu tahun 2009 dan seterusnya.

Memang hal tersebut nampaknya amat menarik bagi penggemar berkomentar yang kaya dengan argumen dan diikuti sentimen kepentingan !

Kalau dicermati nampak samar-samar perdebatan ” pantaskah TNI-POLRI diikutsertakan mengatur negara ini ? ” Jawaban sudah dapat diperkirakan, namun kalimatnya berselimut ” RIKUH DAN MALU ”.

Almarhum Bapak Jenderal URIP SUMODIHARDJO meninggalkan kata kalimat tanya : ” Aneh ada negara zonder tentara ” ( Aneh ada negara tanpa tentara ).

Almarhum Bapak Jenderal Besar SUDIRMAN antara lain mewariskan kalimat :

” Satu-satunya milik nasional yang tidak berubah walaupun menghadapi berbagai macam perubahan hanyalah Tentara Nasional Indonesia ( TNI )”

” TNI tidak berpolitik, Politik TNI adalah Politik Negara ”

TNI adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai tugas tertentu yakni, mengamankan dan menyelamatkan negara RI.

Dari kalimat kedua tokoh Pendiri TNI yang sekaligus Pendiri Republik Indonesia tercinta dapat disimpulkan bahwa :

Di negara manapun pasti punya tentara.

Tentara harus kuat, tegas pada pendirian dan sumpahnya.

Tentara harus netral, tidak memihak kelompok / golongan.

Tentara wajib menjaga keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara ( Pemerintah - Negara ).

Berbicara tentang NETRAL – lah yang harus kita cermati.

Sejak bergulir era reformasi, tuntutan kenetralan TNI-POLRI semakin nyaring seakan-akan memekakkan telinga. Sampai-sampai TNI-POLRI sulit melangkah karena medan gerak TNI-POLRI ditebari Ranjau HAM ( Hak Azasi Manusia ). Ternyata dan terbukti tugas-tugas pengamanan negara yang telah dilakukan masa lalupun “ digali “ kesalahannya dan harus dipertanggungjawabkan. Lahirlah Pagelaran Pengadilan HAM yang sedang marak dan jadi hiburan segar bagi penggemarnya namun menjadi Hantu Biru bagi yang terkena berikut keluarganya.

Dengan keadaan ini TNI-POLRI telah berusaha membenahi diri dan seolah-olah berjalan di atas buih. Walaupun “ tidak diminati “ TNI-POLRI tetap menjajakan kue “ KEUTUHAN BANGSA DAN NEGARA “ dengan bahan ramuan sesuai selera masa kini. Perlahan tapi pasti peminat terpaksa menyantap kue tersebut.

Ditengah titian buih, ditiupkan angin keikutsertaan sebagai pemilih dan dipilih dalam PEMILU 2009 yang dikaitkan dengan keberadaan wakil TNI-POLRI di DPR-MPR yang diikuti dengan perhitungan matematis tentang jumlah TNI-POLRI dan wakil yang sudah “ manggut-manggut “ bersama wakil kontestan yang lain selama + 33 tahun ( 1971 – 2004 ).

Namun jangan dilupakan bahwa keberadaan wakil TNI-POLRI di DPR-MPR pada awalnya adalah prakarsa kelompok di luar TNI-POLRI.

Tetapi kini diulas dan dikemas seolah-olah TNI-POLRI lah yang menuntut kursi untuk “ manggut-manggut “ di DPR-MPR.

Dengan demikian seolah-olah memberi gambaran bahwa TNI-POLRI akan menuntut hak bila “ mangggut-manggut di DPR-MPR diakhiri ! “.

Nah, sebaiknya kita telusuri sejak awal keberadaan perwakilan TNI-POLRI di DPR-MPR berikut sebab musababnya. “ Bacalah sejarah dan cari faktanya “ itu semua di Pusat Sejarah TNI kiranya ada !.

Dari pengalaman dapat kami uraikan sebagai berikut :

* Sejarah.

Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga Pemilu 1955, Pimpinan TNI-POLRI belum efektif menaruh perhatian terhadap warganya tentang keikutsertaan anggota / warganya dalam menggunakan hak pilih dan dipilih karena asyik mengutuhkan bangsa dan negara. Namun dapat dirasakan bahwa setiap muncul pergolakan selalu ada keterlibatan anggota TNI-POLRI di dalamnya, misalnya : Pemberontakan Madiun, PRRI, PERMESTA, DI-TII, dan lain-lain.

* Fakta.

Dengan kebebasan menggunakan hak memilih dan dipilih telah timbul kurang solidnya “ KESATUAN KOMANDO “ sebagaimana tercantum dalam salah satu dasar Organisasi Militer yang sebagai akibatnya timbul kurang loyalnya bawahan terhadap atasan sampai terbawa ke Organisasi TNI-POLRI.

Hal itu dapat diingat peristiwa menjelang pemberontakan G 30 S / PKI dan terkuak setelah peristiwa G 30 S / PKI.

Salah satu bukti pernah terjadi seorang bawahan mempunyai kedudukan dalam kepartaian yang membawahi atasannya, dengan sikap membantah perintah atasan.

Menarik kesimpulan dari sejarah dan fakta tersebut, maka kami ikut berpendapat bahwa :

TNI-POLRI tidak pernah kehilangan hak pilih dan dipilih direpublik ini.

* TNI-POLRI dengan ikhlas tidak menggunakan hak pilih dan dipilih dalam kaitan DPR-MPR, namun lebih mengutamakan keutuhan bangsa dan negara.

* Keberadaan TNI-POLRI di DPR-MPR tidak lain adalah kemauan kaum politikus sendiri. Nah, kalau sekarang tidak diberikan ya ikhlaskan saja, tidak usah malu-malu duduk di kursi bekas TNI-POLRI.

* Kebanggaan TNI-POLRI bukan ” manggut-manggut ” di kursi DPR-MPR, namun KEUTUHAN DAN KEJAYAAN ” BANGSA DAN NEGARA ” . Sebab kalau bangsa dan negara tercabik-cabik dan hancur kau mau bilang apa ?.

* Untuk menyelamatkan bangsa dan negara mari kompakkan diri kita semua, apapun kelompok dan golongan anda.

* Akhiri saling menuding kesalahan, merasa paling benar dan paling jagoan serta pinter sendiri.

* TNI-POLRI tidak pernah kehilangan hak memilih dan dipilih.

* Penggunaan hak memilih dan dipilih terserah kepada TNI-POLRI sendiri sesuai pertimbangan ” Demi Keutuhan dan Kejayaan bangsa dan Negara

* Kita harus tetap berjuang untuk mensosialisasikan, memasyarakatkan, menanamkan, menumbuh suburkan disetiap dada warga bangsa Indonesia dan membudayakan hal – hal sebagai berikut :

1. Bendera Nasional Sang Merah Putih setalian dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

2. Ideologi sekalian Falsafah bangsa Pancasila serangkaian dengan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

3. Ruang hidup / tempat tinggal / tempat berproses ialah Wilayah Nusantara / Indonesia.

4. Bangsa Indonesia, sebagai kristalisasi dari berbagai suku bangsa diwilayah Nusantara.

5. Bahasa Persatuan, bahasa Indonesia yang harus dijunjung tinggi.

6. TNI – POLRI sebagai pengawal dan pengaman serta penjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ).

* Kita berdo’a semoga Allah SWT. Meridhoi perjuangan kita. Amin !